Tampilkan postingan dengan label Industri Rumahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Industri Rumahan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Januari 2013

Inspirasi: Mencari Inovasi Menaikan Nilai Ekonomis Salak



Salah satu komoditas unggul yang dimiliki Desa Paseh adalah Salak Pondoh, hampir semua warga atau sekitar 70% warga menggantungkan hidupnya dari Snake Fruit ini. Buah yang terasa manis asam ini sangat melimpah di Desa Paseh terutama ketika panen raya sehingga harganyapun jatuh. Memang para petani belum punya proteksi dan standarisasi harga jual yang di tentukan. Moment ini sering dimanfaatkan para pedagang besar nakal yang ingin mengeruk lebih banyak keuntungan. Mereka akan membeli dengan harga serendah-rendahnya padahal harga jual eceran mereka tetap. Menyikapi hal ini mendorong kita harus lebih kreatif lagi mengatasi turunya harga yang sangat merugikan petani.

Akhir-akhir ini telah banyak inovasi baru guna menaikan nilai ekonomis buah salak ini. Dari tangan-tangan kreatif, buah ini bisa disulap menjadi berbagai olahan menarik yang dapat meningkatkan nilai ekonomis Salak ketimbang hanya dijual segar. Berbagai olahan lain dari tangan-tangan kreatif diantaranya Keripik Salak, Dodol Salak, Jenang Salak, Kurma Salak, Brownies Salak, Sirup, Cake Salak dan akhir-akhir ini telah diproduksi Wine Salak. Ya.. Wine Salak, mungkin tak terfikirkan dari kita bahwa Wine bisa dibuat dari buah Salak. Kebanyakan dari kita menganggap bahan dasar Wine hanya dari buah Anggur, padahal banyak varian bahan seperti  Nanas, Jambu Mete, Pisang Uter, Ketela, serta kulit Pisang Ambon dan Salak.
Seorang peneliti dari Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Tri Yahya, buah-buah lokal tersebut bisa diolah menjadi minuman fermentasi Wine lokal. Ia menunjukkan minuman fermentasi yang dibuatnya bersama mahasiswanya.

Untuk membuat sepuluh liter minuman fermentasi ini hanya dibutuhkan 1 kilo gram buah salak dengan kandungan alkohol 10 – 14 %. Wine salak ini dibuat dari buah salak, gula pasir, ragi roti, dan asam nitrat.
Jika digunakan dengan bijak fermentasi ini mempunyai banyak manfaat seperti membunuh bakteri penyebab diare serta membantu pencernaan tubuh. Dan bahkan sejak dahulu orang-orang Eropa telah memanfaatkan Wine sebagai minuman penghangat tubuh saat musim dingin tiba.
Kalo kita hitung dari nilai ekonomis, olahan ini sangat menguntungkan. Dari 1 kilo bisa mengahsilka 10 liter dengan harga jual per botol sekitar 700cc di Jogja dibandrol Rp. 20.000  dan di Bali Rp. 65.000 sedangkan harga buah Salak segar berkisar antara Rp.2.500 – 7.000.

Gambaran harga tersebut, mempunyai selisih yang lumayan besar. Jika kita mampu memproduksi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih baik dan sesuai dengan nilai-nilai luhur komunitas Desa dan terpenting adalah mampu memasarkanya dengan baik sehingga diharapkan akan mampu menaikan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat desa Paseh. tak hanya Wine tapi produk apapun itu.

Untuk Wine hambatan yang mungkin muncul adalah sulitnya memperoleh ijin dan juga terkait dengan agama dan kepercayaan masyarakat karena minuman ini mengandung alkohol.

Kita butuh orang-orang kreatif untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat, terutama menaikan nilai jual dari sumber daya lokal yang kita miliki agar kita mampu bersaing dan tidak ada lagi pedagang yang memanfaatkan para petani untuk mengeruk keuntungan dengan seenaknya menurunkan harga.

Dari gambaran di atas mudah-mudahan akan menginspirasi kita semua untuk selalu berinovasi “think outside the box” berfikir diluar kebiasaan.

Minggu, 24 Juni 2012

KERAJINAN KAYU TETAP BERTAHAN MEMBERI KONTRIBUSI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


Sejak tahun 1995 warga Desa Paseh mempunyai berbagai produk kerajinan kayu. Diantaranya yaitu kerajinan Ceramik Water Dispencer Pad, Water Dispencer Pad, Magicjar Pad, Telepon Table, Iron Table, Capstok dan sebagainya. Paseh merupakan salah satu desa penghasil kerajinan kayu  ternama di kabupaten Banjarnegara, hampir semua masyarakat desa bisa bekerja sebagai pengrajin. Adanya usaha kerajinan kaki guci ini dipelopori oleh bapak Soemekto putra asli Paseh yang sudah lama menetap di Jakarta dan kini kembali ke Banjarnegara. Hasil dari kerajinan kaki guci dipasarkan diseluruh pulau jawa diantaranya; Jakarta, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Medan, samarinda  dan masih banyak lagi kota-kota lain di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.

Dengan adanya usaha ini perekonomian masyarakat Paseh menjadi lebih maju dibanding desa-desa disekitar. Sejak tahun 1995 usaha ini berkembang pesat dan mencapai puncaknya pada tahun 2000. Seiring dengan banyaknya pesaing dan dibarengi pula dengan krisis ekonomi, usaha ini makin lama makin merosot dan hanya tinggal beberapa pengusaha yang mampu bertahan di era krisis dan persaingan karena makin mahalnya bahan baku dan merosotnya harga serta banyaknya para pesaing. Hal lain yang mempengaruhi produksi adalah kurangnya tenaga pengrajin. Mereka kini lebih fokus terhadap pertanian salak karena dirasa lebih menjanjikan.

Walaupun tak sebanyak dulu, namun beberapa pengusaha masih mampu bertahan di tengah persaingan. Mereka secara langsung ataupun tidak langsung memberi banyak kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat desa Paseh. Orang-orang tidak lagi pergi mencari nafkan di ibukota karena sudah tersedianya lapangan kerja di Desa. Dengan adanya usaha ini, masyarakat desa baik laki-laki ataupun perempuan mendapatkan lapangan usaha yang mampu menambah penghasilan tambahan bahkan penghasilan pokok bagi mereka yang bekerja dengan sungguh-sungguh.

Bagi Para Bapak yang memiliki usaha pertanian, seusai bekerja di ladang atau pada saat menunggu masa panen, mereka melanjutkan bekerja membuat kerajianan di rumahnya masing masing sambil menunggu sore karena bekerja di ladang pada umumnya dilakukan pada pagi saja. Sedangkan para ibu seusai kegiatan rumah tangga, mereka kemudian bekerja melanjutkan pekerjaan si bapak seperti mengamplas, menambal dan melakukan pengecatan finishing.

Dari kegiatan tersebut, mereka mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp.700 000 – 1 200 000/ bulan sedangkan bagi mereka kaum laki-laki dan ibu-ibu yang hanya memanfaatkan waktu luangnya, rata-rata mendapatkan penghasilan tambahan sekitar Rp. 300 000-500 000 /bulan. Dari penghasilan tersebut Jumlah yang cukup untuk hidup di di desa. Berdasarkan data monografi desa, masyarakat desa Paseh yang bekerja bergantung pada sektor ini sebanyak 25% dari hampir 3000 jumlah penduduk Desa.


 
Design by Ochan | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls