Sambas – Desa Paseh : Jabatan
kepala desa (kades) ke depannya akan menjadi posisi strategis untuk
kemajuan serta kemunduran sebuah desa. Pasalnya dalam draf Undang-Undang
Desa yang sudah selesai dibahas para wakil rakyat di Senayan,
menyebutkan jika jabatan kades bisa dijabat tiga periode alias 18 tahun
kepimpinan. Selain itu, ke depan, anggaran desa minimal Rp 1 miliar,
jika UU ini disahkan dan dibuatkan peraturan pemerintahnya.
Hal tersebut merupakan poin terpenting
yang disampaikan anggota DPR RI asal Kalbar, Zulfadhli, dalam rangka
Sosialisasi Rancangan UU tentang Desa kepada seluruh kepala desa yang
tergabung dalam Asosisasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi)
Kabupaten Sambas, di Sambas, Rabu (20/11) kemarin.
Didampingi wakil Ketua DPRD Provinsi
Kalbar, Prabasa Anantatur, dan Anggota DPRD Sambas Minhad Zulfan,
Zulfadhli yang juga anggota Pansus Perubahan UU Desa, memaparkan lima
poin penting dalam RUU Desa yang seharusnya sejak 15 Oktober lalu sudah
‘ketok palu.’ Namun, diakui dia, lantaran menunggu pembahasan UU
Pemerintahan Daerah dan UU Pemilihan Umum, maka jika tidak bergeser,
pengesahan akan dilakukan pada 15 Desember ini.
Poin pertama, kata Zulfadhli, terkait
keberadaan desa adat yang nantinya setara dengan desa yang ada saat ini.
Karena, diungkapkan dia, keberadaan desa adat ini merupakan aspirasi
masyarakat yang harus diakomidir. Hal tersebut, ditegaskan dia, tertuang
dalam pasal 1 ayat 1 draft UU ini. Kedua, ditambahkan dia, terkait
penataan desa, di mana diatur cara dan aturan terkait penggabungan,
penghapusan, dan pembentukan sebuah desa. Bahkan, menurutnya, desa bisa
dijadikan bentuk kelurahan, begitu juga sebaliknya, atas prakarsa
masyarakat. Selain itu, dijelaskan mantan Ketua DPRD Provinsi Kalbar
tersebut, untuk membentuk sebuah desa baru, sebagaiman pasal 8 draf UU
ini, maka khusus wilayah Kalbar, harus memiliki penduduk dengan jumlah
1.500 jiwa atau 300 kepala keluarga. “Kita tidak ingin semakin ke depan,
semakin banyak desa, maka akan kesulitan membangun desa. Oleh sebab
itu, draf UU ini menggunakan paradigma menjadi membangun dari desa, desa
jadi subjek dan objek pembangunan, dan diharapkan mandiri nantinya,”
tandasnya.
Kemudian, terkait pasal 35, disebutkan
dia, di mana tertuang mengenai kewajiban dan larangan bagi seorang
kades. “Akan ada sanksi bagi kades yang melanggar kewajiban, hak dan
larangan, termasuk tak boleh jadi anggota parpol. Jika melanggar akan
diberikan teguran lisan dan tertulis oleh kepala daerah, bahkan jika
masih ‘bandel,’ maka dapat diberhentikan sementara dan diberhentikan
(tetap),” tandasnya kembali.
Selain itu, kata dia, dalam UU tersebut
dijelaskan pula bahwa pemilihan kades dilaksanakan secara serentak di
seluruh wilayah kabupaten/kota. Hal ini, diisyaratkan dia, sama dengan
semangat pilkada. “Untuk teknisnya, ada PP yang akan mengatur, demi
efisiensi karena pilkades akan dialokasikan dalam APBD,” terangnya.
Zulfadhli juga memaparkan, terkait
jabatan kepala desa yang bisa menjabat hingga tiga kali. Artinya,
menurut dia, bisa saja seorang kades dapat mencalonkan diri kembali
untuk kali ketiga sebagai kades.
Selain itu, disebutkan dia, dalam pasal pasal 79 UU Desa yang baru itu nantinya, anggaran desa dibiayai APBN, melalui dana perimbangan daerah. Dijelaskan dia bahwa hal ini berdasarkan rumus fiskalnya, sehingga anggaran desa dijatah 10 persen dari dana perimbangan, setelah dikurangi dana alokasi khusus.
“Kita sudah melakukan simulasi
berdasarkan rumus fiskalnya yang akan diatur lebih lanjut oleh peraturan
pemerintah nantinya, minimal anggaran untuk desa Rp1 miliar, dan bisa
bertambah lagi bagi desa yang yang terpencil, terluar, dan terdepan,”
jelasnya. (pontianakpost)
0 komentar:
Posting Komentar